Pengertian PHBS
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah bentuk perwujudan
paradigma sehat dalam budaya perorangan, keluarga, dan masyarakat yang
berorientasi sehat, bertujuan untuk meningkatkan, memelihara, dan melindungi
kesehatannya baik fisik, mental, spiritual, maupun sosial. Selain itu juga
program perilaku hidup bersih dan sehat bertujuan memberikan pengalaman belajar
atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, kelompok, keluarga, dengan
membuka jalur komunikasi, informasi, dan edukasi untuk meningkatkan pengetahuan,
sikap, dan perilaku sehingga masyarakat sadar, mau, dan mampu
mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat melalui pendekatan pimpinan (advocacy), bina suasana (social support), dan pemberdayaan masyarakat (empowerment). Dengan demikian masyarakat dapat mengenali dan mengatasi masalahnya sendiri terutama pada tatanannya masing-masing (Depkes RI, 2002).
mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat melalui pendekatan pimpinan (advocacy), bina suasana (social support), dan pemberdayaan masyarakat (empowerment). Dengan demikian masyarakat dapat mengenali dan mengatasi masalahnya sendiri terutama pada tatanannya masing-masing (Depkes RI, 2002).
Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat adalah sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar
kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan individu/kelompok dapat
menolong dirinya sendiri dalam bidang kesehatan dan berperan aktif dalam
mewujudkan derajat kesehatan masyarakat (Dinkes Jabar, 2010).
Tujuan PHBS
Menurut Depkes
RI (1997), Tujuan dari PHBS adalah untuk meningkatkan pengetahuan, kesadaran,
kemauan, dan kemampuan masyarakat untuk hidup bersih dan sehat, serta
meningkatkan peran serta aktif masyarakat termasuk dunia usaha dalam upaya
mewujudkan derajat kesehatan yang optimal.
Strategi PHBS
Strategi adalah
cara atau pendekatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan PHBS. Kebijakan
Nasional Promosi Kesehatan telah menetapkan tiga strategi dasar promosi
kesehatan dan PHBS yaitu:
1. Gerakan
Pemberdayaan (Empowerment)
Pemberdayaan
adalah proses pemberian informasi secara terus-menerus dan berkesinambungan
mengikuti perkembangan sasaran, serta proses membantu sasaran agar sasaran
tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar (aspek knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek attitude), dan dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku
yang diperkenalkan (aspek practice).
Sasaran utama
dari pemberdayaan adalah individu dan keluarga serta kelompok masyarakat.
Bilamana sasaran sudah pindah dari mau ke mampu melaksanakan boleh jadi akan
terkendala oleh dimensi ekonomi. Dalam hal ini kepada yang bersangkutan dapat
diberikan bantuan langsung, tetapi yang sering kali dipraktikkan adalah dengan
mengajaknya ke dalam proses pengorganisasian masyarakat (community organization) atau pembangunan masyarakat (community development). Untuk itu
sejumlah individu yang telah mau dihimpun dalam suatu kelompok untuk
bekerjasama memecahkan kesulitan yang dihadapi. Tidak jarang kelompok ini pun
masih juga memerlukan bantuan dari luar (misalnya dari pemerintah atau dari
dermawan). Disinilah letak pentingnya sinkronisasi promosi kesehatan dan PHBS dengan
program kesehatan yang didukungnya.
2. Bina
Suasana (Social Support)
Bina
suasana adalah upaya menciptakan lingkungan sosial yang mendorong individu
anggota masyarakat untuk mau melakukan perilaku yang diperkenalkan. Seseorang
akan terdorong untuk mau melakukan sesuatu apabila lingkungan sosial dimanapun
ia berada (keluarga di rumah, orang-orang yang menjadi panutan/idolanya,
kelompok arisan, majelis agama, dan bahkan masyarakat umum) menyetujui atau
mendukung perilaku tersebut. Oleh karena itu, untuk mendukung proses
pemberdayaan masyarakat khususnya dalam upaya meningkatkan para individu dari
fase tahu ke fase mau, perlu dilakukan Bina Suasana. Terdapat tiga pendekatan
dalam Bina Suasana yaitu: pendekatan individu, pendekatan kelompok, dan
pendekatan masyarakat umum.
3. Pendekatan
Pimpinan (Advocacy)
Advokasi
adalah upaya atau proses yang strategis dan terencana untuk mendapatkan
komitmen dan dukungan dari pihak-pihak yang terkait (stakeholders). Pihak-pihak yang terkait ini bisa brupa tokoh
masyarakat formal yang umumnya berperan sebagai penentu kebijakan pemerintahan
dan penyandang dana pemerintah. Juga dapat berupa tokoh-tokoh masyarakat
informal seperti tokoh agama, tokoh pengusaha, dan yang lain yang umumnya dapat
berperan sebagai penentu “kebijakan” (tidak tertulis) dibidangnya dan atau
sebagai penyandang dana non pemerintah. Perlu disadari bahwa komitmen dan
dukungan yang diupayakan melalui advokasi jarang diperoleh dalam waktu yang
singkat. Pada diri sasaran advokasi umumnya berlangsung tahapan-tahapan yaitu:
a) mengetahui atau menyadari adanya masalah, b) tertarik untuk ikut mengatasi
masalah, c) peduli terhadap pemecahan masalah dengan mempertimbangkan berbagai
alternatif pemecahan masalah, d) sepakat untuk memecahkan masalah dengan
memilih salah satu alternatif pemecahan masalah, dan e) memutuskan tindak
lanjut kesepakatan.
Tatanan PHBS
Ada
lima tatanan PHBS yakni: tatanan rumah tangga, tatanan pendidikan, tempat umum,
tempat kerja, dan institusi kesehatan.
II. PHBS di Tatanan Pendidikan (Sekolah)
Pengertian PHBS di Sekolah
PHBS di sekolah adalah upaya untuk memperdayakan siswa,
guru, dan masyarakat lingkungan sekolah agar tahu, mau, dan mampu mempraktikkan
PHBS dan berperan aktif dalam mewujudkan sekolah sehat. Perilaku hidup bersih
dan sehat juga merupakan sekumpulan perilaku yang dipraktikkan oleh peserta
didik, guru, dan masyarakat lingkungan sekolah atas dasar kesadaran sebagai
hasil pembelajaran, sehingga secara mandiri mampu mencegah penyakit,
meningkatkan kesehatannya , serta berperan aktif dalam mewujudkan lingkungan
sehat (Depkes RI, 2007).
Tujuan PHBS di Sekolah
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di sekolah
mempunyai tujuan yakni:
Tujuan Umum:
Memperdayakan setiap siswa, guru, dan masyarakat
lingkungan sekolah agar tau, mau, dan mampu menolong diri sendiri di bidang
kesehatan dengan menerapkan PHBS dan berperan aktif dalam mewujudkan sekolah
sehat.
Tujuan Khusus:
a.
Meningkatkan
pengetahuan tentang PHBS bagi setiap siswa, guru, dan masyarakat lingkungan
sekolah.
b.
Meningkatkan
peran serta aktif setiap siswa, guru, dan masyarakat lingkungan sekolah ber
PHBS di sekolah.
c.
Memandirikan
setiap siswa, guru, dan masyarakat lingkungan sekolah ber PHBS.
Manfaat PHBS di Sekolah
Manfaat bagi siswa:
a.
Meningkatkan
kesehatannya dan tidak mudah sakit
b.
Meningkatkan
semangat belajar
c.
Meningkatkan
produktivitas belajar
d.
Menurunkan
angka absensi karena sakit
Manfaat bagi warga sekolah:
a.
Meningkatnya
semangat belajar siswa berdampak positif terhadap pencapaian target dan tujuan
b. Menurunnya biaya kesehatan yang harus dikeluarkan oleh
orangtua
c.
Meningkatnya
citra sekolah yang positif
Manfaat bagi sekolah:
a.
Adanya
bimbingan teknis pelaksanaan pembinaan PHBS di sekolah
b.
Adanya
dukungan buku pedoman dan media promosi PHBS di sekolah
Manfaat bagi masyarakat
a.
Mempunyai
lingkungan sekolah yang sehat
b.
Dapat
mencontoh perilaku hidup bersih dan sehat yang diterapkan oleh sekolah
Manfaat bagi pemerintah
provinsi/kabupaten/kota
a.
Sekolah
yang sehat menunjukkan kinerja dan citra pemerintah provinsi/kabupaten/kota
yang baik
b.
Dapat
dijadikan pusat pembelajaran bagi daerah lain dalam pembinaan PHBS di sekolah
Sasaran PHBS di Sekolah
a. Siswa Peserta
Didik
b. Warga Sekolah (Kepala Sekolah, Guru, Karyawan Sekolah,
Komite Sekolah, dan Orangtua Siswa)
c. Masyarakat Lingkungan Sekolah (penjaga
kantin, satpam, dll)
Strata PHBS di Sekolah
Tabel Strata PHBS di Sekolah
Strata Pratama
|
Strata Madya
|
Strata Utama
|
1.
Memelihara rambut agar bersih dan rapih
2.
Memakai pakaian bersih dan rapih
|
Perilaku di strata pertama ditambah:
8. memberantas jentik nyamuk
|
Perilaku di strata madya ditambah:
13. mengkonsumsi jajanan sehat di kantin sekolah
|
3.
Memelihara kuku agar selalu pendek dan bersih
|
9. menggunakan jamban yang bersih dan sehat
|
14. menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan setiap bulan
|
4.
Memakai sepatu bersih dan rapih
|
10. menggunakan air bersih
|
|
5.
Berolahraga teratur dan terukur
|
11. mencuci tangan dengan air mengalir dan memakai sabun
|
|
6.
Tidak merokok di sekolah
|
12. membuang sampah ke tempat sampah yang terpilah (sampah basah, sampah
kering, sampah berbahaya)
|
|
7.
Tidak menggunakan NAPZA
|
Indikator PHBS di
Sekolah
A. Memelihara Rambut Agar
Bersih dan Rapih
Mencuci rambut secara teratur dan menyisirnya sehingga terlihat rapih.
Rambut yang bersih adalah rambut yang tidak kusam, tidak berbau, dan tidak
berkutu. Memeriksa kebersihan dan kerapihan rambut dapat dilakukan oleh dokter
kecil/kader kesehatan/guru UKS minimal seminggu sekali.
B. Memakai Pakaian Bersih dan
Rapih
Memakai baju yang tidak ada kotorannya, tidak berbau, dan
rapih. Pakaian yang bersih dan rapih diperoleh dengan mencuci baju setelah
dipakai dan dirapikan dengan disetrika. Memeriksa baju yang dipakai dapat
dilakukan oleh dokter kecil/kader
kesehatan/guru UKS minimal seminggu sekali.
C. Memelihara Kuku Agar Selalu
Pendek dan Bersih
Memotong kuku sebatas ujung jari tangan secara teratur
dan membersihkannya sehingga tidak hitam/kotor. Memeriksa kuku secra rutin
dapat dilakukan oleh dokter kecil/kader kesehatan/guru UKS minimal seminggu
sekali.
D. Memakai Sepatu Bersih dan
Rapih
Memakai sepatu yang tidak ada kotoran menempel pada
sepatu, rapih misalnya ditalikan bagi sepatu yang bertali. Sepatu bersih
diperoleh bila sepatu dibersihkan setiap kali sepatu kotor. Memeriksa sepatu
yang dipakai siswa dapat dilakukan oleh dokter kecil/kader kesehatan/guru UKS
minimal seminggu sekali.
E. Berolahraga Teratur dan
Terukur
Siswa/Guru/Masyarakat sekolah lainnya melakukan olahraga/aktivitas fisik
secara teratur minimal tiga kali seminggu selang sehari. Olahraga teratur dapat
memelihara kesehatan fisik dan mental serta meningkatkan kebugaran tubuh
sehingga tubuh tetap sehat dan tidak mudah jatuh sakit. Olahraga dapat
dilakukan di halaman secara bersama-sama, di ruangan olahraga khusus (bila
tersedia), dan juga di ruangan kerja bagi guru/ karayawan sekolah berupa senam
ringan dikala istirahat sejenak dari kesibukan kerja. Sekolah diharapkan
membuat jadwal teratur untuk berolahraga bersama serta menyediakan alat/sarana
untuk berolahraga.
F. Tidak Merokok di Sekolah
Anak sekolah/guru/masyarakat sekolah tidak merokok di
lingkungan sekolah. Merokok berbahaya bagi kesehatan perokok dan orang yang
berada di sekitar perokok. Dalam satu batang rokok yang diisap akan dikeluarkan
4000 bahan kimia berbahaya diantaranya: Nikotin (menyebabkan ketagihan dan
kerusakan jantung serta pembuluh darah); Tar (menyebabkan kerusakan sel
paru-paru dan kanker) dan CO (menyebabkan berkurangnya kemampuan darah membawa
oksigen sehingga sel-sel tubuh akan mati). Tidak merokok di sekolah dapat menghindarkan
anak sekolah/guru/masyarkat sekolah dari kemungkinan terkena penyakit-penyakit
tersebut diatas. Sekolah diharapkan membuat peraturan dilarang merokok di
lingkungan sekolah. Siswa/guru/masyarakat sekolah bisa saling mengawasi
diantara mereka untuk tidak merokok di lingkungan sekolah dan diharapkan
mengembangkan kawasan tanpa rokok/kawasan bebas asap rokok.
G. Tidak Menggunakan NAPZA
Anak sekolah/guru/masyarkat sekolah tidak menggunakan
NAPZA (Narkotika Psikotropika Zat Adiktif). Penggunaan NAPZA membahayakan
kesehatan fisik maupun psikis pemakainya.
H. Memberantas Jentik Nyamuk
Upaya untuk memberantas jentik di lingkungan sekolah yang
dibuktikan dengan tidak ditemukan jentik nyamuk pada: tempat-tempat penampungan
air, bak mandi, gentong air, vas bunga, pot bunga/alas pot bunga, wadah
pembuangan air dispenser, wadah pembuangan air kulkas, dan barang-barang
bekas/tempat yang bisa menampung air yang ada di sekolah. Memberantas jentik di
lingkungan sekolah dilakukan dengan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) melalui
kegiatan: menguras dan menutup tempat-tempat penampungan air, mengubur
barang-barang bekas, dan menghindari gigitan nyamuk. Dengan lingkungan bebas
jentik diharapkan dapat mencegah terkena penyakit akibat gigitan nyamuk seperti
demam berdarah, cikungunya, malaria, dan kaki gajah. Sekolah diharapkan dapat
membuat pengaturan untuk melaksanakan PSN minimal satu minggu sekali.
I.
Menggunakan Jamban yang Bersih dan Sehat
Anak sekolah/guru/masyarakat sekolah menggunakan jamban/WC/kakus leher
angsa dengan tangki septic atau lubang penampungan kotoran sebagai pembuangan
akhir saat buang air besar dan buang air kecil. Menggunakan jamban yang bersih
setiap buang air kecil ataupun buang air besar dapat menjaga lingkungan di
sekitar sekolah menjadi bersih, sehat, dan tidak berbau. Disamping itu tidak
mencemari sumber air yang ada disekitar lingkungan sekolah serta menghindari
datangnya lalat atau serangga yang dapat menularkan penyakit seperti: diare,
disentri, tipus, kecacingan, dan penyakit lainnya. Sekolah diharapkan
menyediakan jamban yang memenuhi syarat kesehatan dalam jumlah yang cukup untuk
seluruh siswa serta terpisah antara siswa laki-laki dan perempuan. Perbandingan
jamban dengan pemakai adalah 1:30 untuk laki-laki dan 1:20 untuk perempuan.
J. Menggunakan Air Bersih
Anak sekolah/guru/masyarakat sekolah menggunakan air
bersih untuk kebutuhan sehari-hari di lingkungan sekolah. Sekolah diharapkan
menyediakan sumber air yang bisa berasal dari air sumur terlindung, air pompa,
mata air terlindung, penampungan air hujan, air ledeng, dan air dalam kemasan
(sumber air berasal dari smur pompa, sumur, mata air terlindung berjarak
minimal 10 meter dari tempat penampungan kotoran atau limbah/WC). Air
diharapkan tersedia dalam jumlah yang memenuhi kebutuhan dan tersedia setiap
saat.
K. Mencuci Tangan dengan Air Mengalir dan
Memakai Sabun
Sekolah/guru/masyarakat sekolah selalu mencuci tangan
sebelum makan, sesudah buang air besar/sesudah buang air kecil, sesudah
beraktivitas, dan atau setiap kali tangan kotor dengan memakai sabun dan air
bersih yang mengalir. Air bersih yang mengalir akan membuang kuman-kuman yang
ada pada tangan yang kotor, sedangkan sabun selain membersihkan kotoran juga
dapat membunuh kuman yang ada di tangan. Diharapkan tangan menjadi bersih dan
bebas dari kuman serta dapat mencegah terjadinya penularan penyakit seperti:
diare, disentri, kolera, tipus, kecacingan, penyakit kulit, infeksi saluran
pernapasan akut (ISPA), dan flu burung.
L. Membuang Sampah ke Tempat Sampah yang
Terpilah
Anak sekolah/guru/masyarakat sekolah membuang sampah ke
tempat sampah yang tersedia. Diharapkan tersedia tempat sampah yang terpilah
antara sampah organik, non-organik, dan sampah bahan berbahaya. Sampah selain
kotor dan tidak sedap dipandang juga mengandung berbagai kuman penyakit.
Membiasakan membuang sampah pada tempat sampah yang tersedia akan sangat
membantu anak sekolah/guru/masyarakat sekolah terhindar dari berbagai kuman
penyakit.
M. Mengkonsumsi Jajanan Sehat dari Kantin
Sekolah
Anak sekolah/guru/masyarakat sekolah mengkonsumsi jajanan
sehat dari kantin/warung sekolah atau bekal yang dibawa dari rumah. Sebaiknya
sekolah menyediakan warung sekolah sehat dengan makanan yang mengandung gizi
seimbang dan bervariasi, sehingga membuat tubuh sehat dan kuat, angka absensi
anak sekolah menurun, dan proses belajar berjalan dengan baik.
N. Menimbang Berat Badan dan Mengukur Tinggi
Badan Setiap Bulan
Siswa ditimbang berat badan dan diukur tinggi badan setiap bulan agar
diketahui tingkat pertumbuhannya. Hasil penimbangan dan pengukuran dibandingkan
dengan standar berat badan dan tinggi badan sehingga diketahui apakah
pertumbuhan siswa normal atau tidak normal.
III. Konsep Perilaku
Pengertian Perilaku
Perilaku dari segi biologis adalah merupakan suatu
kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan, jadi
perilaku manusia pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia
itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain: berjalan,
berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan
sebagainya. Bahkan kadang-kadang kegiatan manusia itu sendiri sering tidak
teramati dari luar manusia itu sendiri, misalnya: berpikir, persepsi, emosi,
dan sebagainya. Berdasarkan uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang
dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar
(Notoatmodjo, 2007).
Perilaku merupakan manifestasi dari kehidupan psikis.
Perilaku yang ada pada individu tidak timbul dengan sendirinya, tetapi sebagai
akibat dari adanya stimulus atau rangsangan yang mengenai individu tersebut.
Perilaku merupakan jawaban atau respon terhadap stimulus yang ada sedangkan
respon merupakan fungsi yang tergantung pada stimulus dan individu (Wood worth
& Schlosberg, 1971 dalam Walgito, 2004).
Perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme
yang dapat diamati bahkan dapat dipelajari (Robert Kwik, 1997 dalam Mubarak,
2006). Perilaku tidak sama dengan sikap. Sikap adalah hanya sesuatu yang lebih
cenderung untuk mengadakan tindakan terhadap suatu objek dengan suatu cara yang
mengatakan adanya tanda-tanda untuk senang atau tidak senang pada objek
tersebut (Mubarak, 2006).
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa
perilaku adalah segala sesuatu aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh manusia
dalam menanggapi stimulus lingkungan yang meliputi: aktivitas motoris,
emosional, dan kognitif.
Menurut Skiner (1938), dalam
Notoatmodjo (2007), merumuskan bahwa perilaku
merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan
dari luar). Oleh karena itu perilaku ini terjadi melalui proses: adanya
stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespon, maka teori
Skiner ini disebut teori ”S-O-R” atau Stimuli Organisme Respons.
Skiner membedakan adanya dua respons, yakni:
a. Respondent
respon atau reflexive
Respon
yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus
semacam ini disebut elicitingstimulation
karena menimbulkan respon-respon yang relatif tetap. Misalnya: makanan yang
lezat menimbulkan keinginan untuk makan, cahaya terang menyebabkan mata
tertutup. Respondent respon ini juga
mencakup perilaku emosional misalnya mendengar berita musibah menjadi sedih
atau menangis, lulus ujian meluapkan kegembiraannya dengan mengadakan pesta dan
sebagainya.
b. Operant
respons atau instrumental respons
Respon
yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang
tertentu. Perangsang ini disebut reinforcing
stimulation atau reinforcer,
karena memperkuat respon. Misalnya apabila seorang petugas kesehatan
melaksanakan tugasnya dengan baik (respons terhadap uraian tugasnya atau job
deskripsi) kemudian memperoleh penghargaan dari atasannya (stimuli baru), maka
petugas kesehatan tersebut akan lebih baik lagi dalam melaksanakan tugasnya.
Klasifikasi Perilaku
Menurut Notoatmodjo (2000), perilaku dapat dibedakan
menjadi dua yaitu:
a.
Perilaku
tertutup (covert behaviour)
Respon
seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respon atau reaksi terhadap
stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan atau
kesadaran dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut dan
belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain. Oleh sebab itu disebut covert behaviour atau unobservable behaviour misalnya: seorang
ibu hamil tahu pentingnya periksa kehamilan, seorang pemuda tahu bahwa HIV/AIDS
dapat menular melalui hubungan seks dan sebagainya.
b.
Perilaku
terbuka (overt behaviour)
Respon
seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon
terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek (practice) yang dengan mudah dapat
diamati atau dilihat oleh orang lain. Oleh sebab itu disebut overt behaviour, tindakan nyata atau
praktik (practice) misalnya: seorang
ibu memeriksa kehamilannya atau membawa anaknya ke puskesmas untuk diimunisasi,
penderita TB paru minum obat secara teratur dan sebagainya.
Faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku
Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku, menurut
Lawrence Green (1980), dalam Notoatmodjo (2007) adalah:
a.
Faktor-faktor
pemudah (Predisposing Factors)
Faktor
ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi, dan
kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem
nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan
sebagainya. Faktor-faktor ini terutama yang positif mempermudah terwujudnya
perilaku, maka sering disebut faktor pemudah.
b. Faktor –faktor Pemungkin (Enambling Factors)
Faktor
ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi
masyarakat, lingkungan fisik misalnya: air bersih, tempat pembuangan sampah,
tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan yang bergizi, dan sebagainya.
Termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti: puskesmas, rumah sakit,
poliklinik, posyandu, polindes, pos obat desa, dokter atau bidan praktek swasta,
dan sebagainya. Untuk berperilaku sehat, masyarakat memerlukan sarana dan
prasarana pendukung. Fasilitas ini pada hakikatnya mendukung atau memungkinkan
terwujudnya perilaku kesehatan, maka faktor-faktor ini disebut faktor pendukung
atau faktor pemungkin.
c.
Faktor
pendorong (Reinforcing factors)
Faktor
ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, dan para
petugas kesehatan. Termasuk juga disini undang-undang, peraturan-peraturan,
baik dari pusat maupun dari pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan.
Dalam perilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan
dan sikap positif dan dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku
contoh (acuan) dari para tokoh kesehatan. Disamping itu undang-undang juga
diperlukan untuk memperkuat perilaku masyarakat tersebut.
Menurut Lawrence Green (1980), dalam Notoatmodjo (2007),
dalam Jariston (2009), ada tiga faktor penyebab mengapa seseorang melakukan
perilaku hidup bersih dan sehat yaitu:
1.
Faktor
Pemudah (Predisposing factors)
Faktor
ini mencakup pengetahuan dan sikap anak-anak terhadap perilaku hidup bersih dan
sehat. Dimana faktor ini menjadi pemicu atau antesenden terhadap perilaku yang menjadi dasar atau motivasi bagi
tindakannya akibat tradisi, kebiasaan, kepercayaan, tingkat pendidikan, dan
tingkat sosial ekonomi.
2.
Faktor
pemungkin (enambling factors)
Faktor
pemicu teradap perilaku yang memungkinkan suatu motivasi atau tindakan
terlaksana. Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau
fasilitas kesehatan bagi anak-anak, misalnya air bersih, tempat pembuangan
sampah, jamban, ketersediaan makanan bergizi, dan sebagainya. Fasilitas ini
pada hakikatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku hidup bersih
dan sehat.
3.
Faktor
penguat (reinforcing factors)
Faktor
yang menentukan apakah tindakan kesehatan memperoleh dukungan atau tidak.
Faktor ini terwujud dalam bentuk sikap dan perilaku pengasuh anak-anak atau
orangtua yang merupakan tokoh yang dipercaya atau dipanuti anak-anak. Contoh
pengasuh anak-anak memberikan keteladanan dengan melakukan cuci tangan sebelum
makan atau selalu minum air yang sudah dimasak. Maka hal ini akan menjadi
penguat untuk perilaku hidup bersih dan sehat bagi anak-anak.
dan perilaku aktual saat membuat
penilaian tentang bagaimana perilaku mereka mempengaruhi mereka sendiri dan
orang lain yang esensial dalam mengembangkan penilaian moral. Kemampuan ini
muncul pada masa awal akan tetapi tampak lebih konsisten pada masa sekolah
berikutnya.
IV. Keterkaitan
PHBS dengan UKS (Usaha Kesehatan Sekolah)
Usaha Kesehatan Sekolah adalah upaya untuk membina dan
mengembangkan kebiasaan hidup sehat yang dilakukan secara terpadu melalui
program pendidikan dan pelayanan kesehatan di sekolah, perguruan agama serta
usaha-usaha yang dilakukan dalam rangka pembinaan dan pemeliharaan kesehatan di
lingkungan sekolah. Usaha Kesehatan Sekolah adalah usaha kesehatan masyarakat
yang dijalankan di sekolah-sekolah dengan anak didik beserta lingkungan
hidupnya sebagai sasaran utama sehingga akan membentuk perilaku hidup sehat dan
menghasilkan derajat kesehatan yang optimal. (Effendy, 1998).
Tujuan Usaha Kesehatan Sekolah adalah untuk meningkatkan
mutu pendidikan dan perestasi belajar peserta didik dengan meningkatkan
perilaku hidup bersih dan sehat serta derajat kesehatan peserta didik sehingga
memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan yang harmonis dan optimal dalam
rangka pembentukan manusia indonesia seutuhnya. Usaha Kesehatan Sekolah juga
bertujuan untuk memupuk kebiasaan hidup sehat dan meningkatkan derajat
kesehatan peserta didik yang mencakup: a) menurunkan angka kesakitan anak
sekolah, b) meningkatkan kesehatan peserta didik baik fisik, mental, maupun
sosial, c) agar peserta didik mempunyai pengetahuan, sikap, dan keterampilan
untuk melaksanakan prinsip-prinsip hidup sehat serta berpartisipasi aktif dalam
usaha peningkatan kesehatan di sekolah, d) meningkatkan cakupan pelayanan
kesehatan terhadap anak sekolah, e) meningkatkan daya tangkal dan daya hayat
terhadap pengaruh buruk narkotika, rokok, alkohol, dan obat berbahaya lainnya.
Untuk meningkatkan kesadaran hidup sehat dan derajat
kesehatan peserta didik, dilakukan upaya menanamkan prinsip hidup sehat sedini
mungkin melalui pendidikan kesehatan, pelayanan kesehatan, dan pembinaan
lingkungan sekolah sehat yang dikenal dengan istilah tiga program pokok (trias)
UKS yakni: pendidikan kesehatan (Health
Education in School), pelayanan kesehatan (School Health Service), dan pembinaan lingkungan sekolah sehat. Dengan
demikian dengan adanya fasilitas Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) akan sangat
menunjang terwujudnya perilaku hidup bersih dan sehat di sekolah.
V. Keterkaitan
PHBS dengan Keperawatan Kesehatan di Sekolah
Keperawatan sekolah adalah keperawatan yang difokuskan
kepada anak di tatanan pendidikan guna memenuhi kebutuhan anak dengan
mengikutsertakan keluarga maupun masyarakat sekolah dalam perencanaan
pelayanan. Perawatan kesehatan sekolah mengaplikasikan praktek keperawatan
untuk memenuhi kebutuhan unit individu, kelompok, dan masyarakat sekolah. Keperawatan
kesehatan sekolah merupakan salah satu jenis pelayanan kesehatan yang ditujukan
untuk mewujudkan dan menumbuhkan kemandirian siswa untuk hidup sehat,
menciptakan lingkungan, dan suasana sekolah yang sehat. Fokus utama perawat
kesehatan sekolah adalah siswa dan lingkungannya dan sasaran penunjang adalah
guru dan kader (Roni, 2010).
Perawat sekolah merupakan salah satu dari beberapa orang
yang ditempatkan untuk memberikan arahan terhadap program kesehatan sekolah
terkoordinasi. Perawat dapat berperan sebagai manajer, konsultan, pendidik,
pelaksana maupun peneliti di bidang keperawatan dengan area khusus sekolah.
Perawat dapat melaksanakan skrining kesehatan, memberikan pelayanan dasar untuk
luka dan keluhan minor dengan memberikan pengobatan sederhana, memantau status
imunisasi siswa dan keluarganya dan aktif juga dalam mengidentifikasikan
anak-anak yang mempunyai masalah kesehatan. Perawat perlu memahami peraturan
yang ada menyangkut anak usia sekolah seperti memberikan libur kepada siswa
karena adanya penyakit menular, kutu, kudis, dan parasit lain. Dalam
melaksanakan perannya sebagai konsultan terutama untuk para guru, perawat dapat
memberikan informasi tentang pentingnya memberikan pengajaran kesehatan di
kelas, pengembangan kurikulum yang terkait dengan kesehatan, serta cara-cara
penanganan kesehatan yang bersifat khusus dan kecacatan (Sumijatun, 2005).
The
National Association of School Nurses (NASN) menyatakan ada tiga peran perawat komunitas di sekolah yaitu:
1.
Peran
klinik (Generalist Clinical Role)
Ø Perawat komunitas dalam peran klinik akan memberikan
pelayanan, konseling, pendidikan kesehatan kepada siswa dan keluarga. Pelayanan
ini diintegrasikan dengan program sekolah.
Ø Pearawat klinik bekerja di sekolah yang memberikan
pelayanan selama jam sekolah. Perawat membaur dengan fungsional sehari-hari
komunitas sekolah.
Ø Mengindentifikasi siswa, keluarga, dan guru dari resiko
gangguan kesehatan (case finding),
mengembangkan dan implementasi intervensi yang sesuai dengan kebutuhan
kesehatan dan menyusun kebijakan dan program yang sesuai untuk memecahkan
permasalahan baik yang aktual maupun potensial.
2.
Peran
Perawatan Primer (Primary Role)
Perawat
komunitas melaksanakan teknik tindakan keperawatan sesuai prosedur. Selain itu
dalam melaksanakan perannya berkoordinasi dengan petugas kesehatan yang lain.
Beberapa item yang menjadi perhatian dalam peran ini antara lain: kesehatan
fisik, kesehatan emosional, kebiasaan (makan, merokok), perhatian sosial
(lingkungan rumah, kemiskinan).
3.
Peran
Manajemen (Management Role)
a.
Mengembangkan,
koordinasi, dan evaluasi program kesehatan sekolah
b.
Mengembangkan
dan implementasi kebijakan dan prosedur kesehatan sekolah
c.
Manajemen
kasus pada siswa dan keluarga dengan kebutuhan kesehatan yang khusus
d. Supervisi dan evaluasi pada tenaga kesehatan yang lain
dan mendukung personal
0 komentar:
Posting Komentar